Berserah kepada Allah

Terlahir di sebuah peternakan, Judson Van DeVenter belajar melukis, mempelajari seni, dan kemudian menjadi guru kesenian. Namun, Allah mempunyai rencana yang lain bagi hidupnya. Teman-teman Judson menikmati pelayanannya di gereja, dan mereka mendorongnya terlibat dalam penginjilan. Judson juga merasa Allah memanggilnya, tetapi sulit baginya untuk melepaskan kesenangannya mengajar kesenian. Ia pun bergumul dengan Allah, tetapi “akhirnya”, ia menulis, “saat yang sangat penting dalam hidupku telah tiba, dan aku berserah penuh.”

Kita mungkin tidak dapat membayangkan betapa hancurnya hati Abraham ketika Allah memerintahkannya untuk mempersembahkan Ishak, putranya. Saat kita membaca Allah berkata, “Persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran” (Kej. 22:2), kita mungkin bertanya pada diri sendiri, hal berharga apa yang Allah minta untuk kita persembahkan? Meski kita tahu bahwa akhirnya Allah melepaskan Ishak (ay. 12), intinya jelas: Abraham bersedia menyerahkan hal yang paling berharga baginya. Ia mempercayai Allah akan menyediakan di saat ia menjawab panggilan yang teramat sulit baginya.

Kita sering mengaku mengasihi Allah, tetapi apakah kita bersedia mengorbankan hal yang paling berharga bagi kita? Judson Van DeVenter mengikuti panggilan Allah untuk terlibat dalam penginjilan, dan kemudian menulis himne favorit, “I Surrender All” (Berserah kepada Yesus, Kidung Jemaat No. 364). Di kemudian hari, Allah memanggil Judson untuk kembali mengajar. Salah satu muridnya adalah seorang pemuda bernama Billy Graham.

Rencana Allah bagi hidup kita memiliki maksud yang tidak dapat kita bayangkan. Dia rindu kita bersedia menyerahkan apa yang paling kita sayangi. Setidaknya itulah yang dapat kita lakukan, karena Allah sendiri telah menyerahkan Anak-Nya yang tunggal bagi kita.

Berserah kepada Allah


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *